Get This!Tutorial Blogger

Ads 468x60px

BUKU TAMU

KARYA SISWA

SI PUTIH
 Goresan Tangan Rikza As
.
    Seperti biasa, selesai shalat subuh mengikuti ayahnya, Razak langsung mengeluarkan ayam kesayangannya dari kandang. Ayam betina kecil yang berbulu putih dan berkaki putih itu sangat ia sayangi. Ayam satu-satunya pemberian neneknya itu ia beri nama Si Putih.
“Putih, gimana kabarmu pagi ini, Ummmah… “ tanya Razak pada ayamnya sambil menciuminya.      “ gimana tidurmu semalam, nyenyak kan? Oh, lapar toh, entar aku ambilkan makanan biar kamu cepat besar dan bertelur, kamu akan punya anak yang banyak. Sehingga nanti gak akan kesunyian lagi”.
Begitulah sebagian dialog yang Razak lontarkan setiap ia bersama Si Putih. Tentu saja ayamnya diam tanpa berkata apa-apa. Walaupun demikian ia merasa senang bersama ayamnya. Dan ia menganggap   Si Putih sebagai sahabat akrabnya. Ia sering mengajak cerita, walaupun ayamnya tak pernah bercerita bahkan menanggapi.
    Razak masih SD kelas 1. Saat Razak pergi ke sekolah, ia tak pernah lupa bersalaman dan mencium kedua tangan orang tuanya. Dan tentu saja ia juga tak pernah lupa untuk pamit pada ayam kesayangannya.
“Putih, jaga dirimu baik-baik ya, ingat rumah dan tuanmu. Kalu jalan, jangan jauh-jauh. Aku ke sekolah dulu ya! Da da …” kata Razak setiap saat berpamitan pada ayamnya.
Setelah berpamitan, entah kenapa ayam tersebut mengikuti terus dari belakang.
“ Razak, itu ayammu mengikutimu dari belakang” kata seseorang yang melihat ayam itu.
Razak pun mengambil ayamnya lalu mengembalikan ke rumahnya. Tetapi setiap ia melepas ayamnya itu, ia selalu mengikuti dari belakang. Akhirnya Razak mengusir ayam tersebut agar ia tidak mengikutinya terus.
“Hus, Hus, sana, pulang, awas kalau ngikut terus, aq lempari pake batu nih!” sambil menunjukan beberapa batu di genggamannya.  Ayam itu pun, seakan ia mengerti sehingga ia berhenti mengikuti Razak.
    Sepulang sekolah, seperti biasa Razak memanggil-manggil ayamnya.
    “Putih, Putih….”  beberapa kali memanggil ayamnya, tetapi belum juga muncul.  Ia mulai merasa cemas, seperti ada sesuatu yang hilang.
    “ Ayah, Ibu, apa kalian lihat Si Putih?” Tanya Razak setelah berkali-kali memnggil dan mencari-cari ayam kesayangannya.
    “ Tidak, tadi dia jalan-jalan di belakang rumah” kata ibunya.
    “ Ia, biasanya dia ada di sini, tapi sekarang ga ada, Bu!” kata Razak dengan rasa sedih.
    “Tunggu saja, entar dia akan kembali juga” kata ayahnya menenangkan.
Razak pun berusaha untuk menunggu kedatangan Si Putih. Makan pun sudah tak enak. Siang hari yang biasanya ia tidur, hari itu ia tidak bisa tidur. Dalam pikirannya sudah terbayang bagaimana sendainya ayam yang sangat disayangi itu pergi tak kembali atau hilang diambil orang. Ia teringat kejadian saat ia pergi ke sekolah tadi pagi.
“ Maaf, Putih,a ku mengusirmu bukan berarti aku sudah tak sayang sama kamu. Aku mengusirmu karena aku tak ingin kamu ikut ke sekolahku. Karena di sekolahku dilarang membawa hewan, walaupun kamu sebenarnya tidak sama seperti hewan lainnya.  Aku tahu, kamu akan sakit hati saat aku mengusirmu, tapi bukan berarti kamu harus pergi meninggalkan aku. Putih, Si Putih…., kamu di mana?”
Ia lalu menangis dan merasa sunyi tanpa ayamnya tersebut. “ Putih, bukankah kamu sudah berjaanji untuk cepat besar dan bertelur banyak hingga kamu punya anak?”
Sambil menyeka air matanya ia berbisik “ Ya Allah…, kembalikan Si Putihku”
    Malam pun tiba, ayamnya belum juga kembali. Sesekali  ia melihat-lihat kandang ayamnya, seakan ia tidak yakin kalau di dalam kandangnya tidak ada ayamnya. Ia terus berbisik memanggil ayamnya Si Putih.
“ Lupakanlah, nanti kita beli yang lain “ kata Ibunya menasihati.
“ tidak mau, Si Putih ayam yang baik, dia pintar, Bu. Tidak seperti ayam yang lain”
“ ia, saya tahu, tapi kan bisa kamu ajar lagi biar dia pintar seperti Si Putih”
“Pokoknya, ga mau. ga mau,” sambil menangis.
Ibunya menggeleng keheranan dan ikut bersedih. Dalam hatinya berkata memang sulit berpisah dengan seseorang yang sangat kita sayangi, sekali pun itu seekor hewan.
…..
Empat hari telah berlalu, Razak sedikit demi sedikit mulai melupakan Si Putih. Siang itu, ia baru bangun dari tidur. Tiba-tiba ia mendengar suara seekor ayam. Suara itu sepertinya tidak asing lagi baginya. Ia lalu berteriak “ suara Si Putih”  ia berlari ke luar rumah mencari suara ayam tersebut.  “ si Putih, Si putih telah kembali Ma, Pa,….”
Ternyata benar,  Si Putih telah kembali ke rumahnya.  Ayam tersebut cepat-cepat melompat ke pangkuan Razak, seakan ia juga merasa  rindu dengan Razak. Razak menciumi kepala Si Putih dan sekujur tubuhnya dengan penuh air mata. Kedua orang tuanya pun terharu melihat tingkah Razak.

Baca Selengkapnya →KARYA SISWA
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

 

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA